Gadis belia itu memaksa mulut bercerita kepada gigi dan lidahnya

Lawwdc
18 September 2021 21:25
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  


Keputusan-keputusan yang diambil di meja makan hanya menyisakan air liur yang membeku di langit-langit rongga mulut. Bersamaan dengan wujud suara yang yang dibungkam dan mulut yang dibekap kasar pun paksa.

Di sebuah bilik kecil berdinding hijau kusam, menyarang sekelompok serangga yang berkoloni dengan sisi perut yang berwarna merah. Percaya saja, penghuninya saban malam menjerit dijilati lidah-lidah serangga nakal itu. Terduduk seorang perempuan berambut semrawut di sudut kiri bawah bilik dengan posisi tangan yang tertekuk.

Hatinya masygul, beberapa potongan kata yang keluar dari mulutnya hanyalah parafrasia utopis. Semuanya saling berdesakan, menindih risau yang berlindak-lindak layaknya banjir. Kulihat ia merapal beberapa kata dengan terengah-engah, sebentar terdiam, sesaat berpikir dan diakhiri dengan air mata yang turun pelan-pelan. Payah. Sudah kuduga, ada yang membuncah jauh dari dasar hatinya. Sesuatu yang terus membunuh dan cepat sekali menguliti setiap kekebalan jiwanya. Barangkali ia masih perlu berlatih untuk berbahasa tanpa perlu menggonggong, membuka mulut tanpa isak, bercakap sembari memperlihatkan kedua kelereng dalam matanya yang tidak bernyawa itu. Ia sudah mati, rasanya. Namun, sekilas jiwa mudanya masih bergelora. Ia menjadi keranjingan untuk membahas perempuan, membahas trauma bahkan pengampunan.


  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •