PEREMPUAN MERDEKA, MELEK PENDIDIKAN

Lawwdc
1 Mei 2020 22:23
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Karena perempuan merdeka adalah kamu. Ya, kamu!

Sektor pendidikan merupakan instrumen yang ampuh dalam upaya menciptakan pembangunan dan peradaban bangsa. Tidak bisa dipungkiri, bahwa pendidikan tidak kalah populer dengan ranah lain yang cukup eksis di dalam masyarakat. Tidak sekadar menjadi tolok ukur kemajuan dan kualitas bangsa, bahkan pendidikan merujuk pada hak dasar dan substansial individu yang harus dijamin terpenuhi. Kemerdekaan mengecap pendidikan adalah indikator bahwa sebuah bangsa telah bebas dari penjajahan fisik dan psikis. Peranan pendidikan dalam mewujudkan hal-hal baik menjadi parameter sebuah bangsa sedang bergerak maju, stagnan atau bahkan bergerak mundur dijajah oleh hak pribadi. Manifestasi dari perwujudan hak-hak dasar individu untuk memperoleh pendidikan akan berdampak secara holistis bagi sektor lain, misalnya perindustrian dan perekonomian. Bangsa yang melek pendidikan mampu menentukan nasibnya sendiri tanpa diombangambingkan dan diporakporandakan oleh sentimen bangsa lain. Pendidikan bersifat universal, tidak tendensius. Pendidikan tidak pandang bulu. Tidak ada syarat atau kualifikasi khusus untuk bisa mengecap pendidikan. Pendidikan menjamin dirinya bisa dinikmati oleh semua kalangan. Bahkan, Indonesia sebagai negara yang berdaulat dalam UUD pasal 31 ayat (1) menjamin bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Warga negara yang dimaksud berasal dari segala usia, semua suku, bahkan gender. Maka, menyangkal dan mempersempit ruang bagi setiap orang untuk menempuh pendidikan adalah kejahatan kemanusiaan.

Mengingat sifat hakiki yang melekat pada pendidikan, maka kaum perempuan sebagai warga negara berhak secara independen memperoleh pendidikan. Kaum perempuan memiliki dan mengemban peran penting dalam keluarga, masyarakat, bahkan sebuah bangsa. Peran yang diemban tersebut egaliter dengan peran pria dalam sebuah kelompok. Untuk mengejawantahkan dan mengoptimalkan peranan tersebut, perempuan harus melek pendidikan. Melek pendidikan bukan sebatas tahu rasanya mengeja alfabet atau asyiknya menggonggongkan jenis alfanumerik. Lebih dari pada itu, pendidikan berbicara tentang karsa, krida, dan kognitif. Seyogyanya, perempuan harus memperoleh pendidikan bukan hanya atas dalih kemanusiaan, melainkan karena pendidikan adalah hak asasi manusia, hak dasar setiap individu. Dan perempuan adalah manusia yang mampu bernapas, berpikir, dan berkembangbiak.

Timurmedia.com mencatat populasi perempuan di seluruh dunia mencapai 5,6 miliar per tahun 2019 dari keseluruhan total manusia adalah 7,7 miliar. Disparitas yang cukup lebar dari angka di atas secara gamblang menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan berandil besar dalam rangka menciptakan peradaban dunia. Bukan bermaksud mendiskreditkan peranan kaum pria, namun pengejawantahan terwujudnya hak perempuan dalam memperoleh pendidikan secara merata dan serentak di seluruh dunia mampu mengubah wajah dunia secara besar-besaran. Untuk membangun sebuah bangsa tidak bisa dimulai dari permukaan fenomena saja. Layaknya gunung es, banyak kasus yang berada di dasar fenomena tidak terungkap dan tersingkap. Salah satu kesalahan terbesar yang disingkapkan adalah ketidakseimbangan neraca pendidikan bagi kaum perempuan.  Bukan rahasia umum lagi jika pendidikan memiliki ruang yang cukup kecil bagi kaum perempuan. Bahkan, Minimnya peluang ini dibumbui oleh beraneka alasan, baik stereotip masyarakat terhadap golongan perempuan, mitos yang mengintervensi, fenomena ketimpangan gender, bahkan beberapa tindakan represi yang secara eksplisit memasung perempuan dalam kemiskinan pengetahuan. Konsepsi yang salah terhadap perempuan menjadi embrio yang terus melahirkan tindakan yang menghimpit hak perempuan. Kelanggengan tindakan yang mengekang tersebut pada akhirnya menjadi bumerang bagi kelangsungan hidup manusia. Perempuan seperti kalangan rakyat yang sedang bergerak menantang persepsi bahwa mereka bukan hanya pembuat dan penyusu anak. Lebih daripada itu, mereka juga bisa menyusui hidup dan kehidupan.

Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan masyarakat, menekan angka kematian dan kelahiran, memperbaiki kesehatan dan gizi bayi, meningkatkan sanitasi keluarga dan lingkungan, maka semuanya dimulai dari perempuan, yakni memberdayakan perempuan melalui pemberian ruang yang besar bagi perempuan untuk memperoleh pendidikan yang layak. Ruang lingkup pendidikan sangat besar. Tidak melulu berbicara mengenai efektivitas materi pembelajaran, interaksi guru dan siswa, atau sosialisasi siswa dan siswa, namun nilai-nilai yang tersirat dalam lingkungan sekolah juga memiliki dampak yang berkelanjutan. Sebut saja, nilai kejujuran, nilai kedisiplinan, bahkan nilai penguasaan diri yang cukup relatable dengan kehidupan sehari-hari perempuan. Selain itu, karakter dan sikap yang dipupuk dalam lingkungan pendidikan juga mampu menyetir seorang perempuan untuk menemukan identitasnya dengan baik dalam atmosfir yang positif. Misalnya, sikap tenggang rasa, sikap kompetitif, serta karakter berintegritas. Nilai, karakter, dan sikap yang termaktub dalam dunia pendidikan berdampak pada ranah lain yang menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan lain, misalnya ranah ekonomi, ranah sosial-budaya, ranah politik, dan ranah yang lain. Hak yang dimaksud antara lain yakni, hak untuk berpendapat, hak berpatisipasi dalam politik, hak terbebas dari diksriminasi, dan hak perlindungan oleh hukum. Dengan pendidikan, maka perempuan mampu melek akan haknya sendiri dan secara sadar memperjuangkannya demi kelangsungan hidup.

Pendidikan menjadi sanda dan pesangon bagi perempuan untuk menyusui hidupnya sendiri. Pengaruh yang dihasilkan oleh pendidikan pun cukup besar bahkan tidak menemui titik ujung. Pendidikan mengajarkan nilai yang relevan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Topik pendidikan pun bukan hanya sebatas intelektual mengenai teori lampau, melainkan bervariasi misalnya pendidikan seks, pendidikan demokrasi, pendidikan karakter, atau resiliensi individu. Upaya menjadikan perempuan menjadi manusia merdeka melalui pendidikan tidaklah gampang. Susah-susah gampang. Namun, bukankah untuk mencapai hal baik memerlukan perjuangan yang sukar. Rasanya tidak afdol jika tidak membicarakan mengenai materi pembelajaran dalam ranah pendidikan yang setiap waktunya diralat menurut kebutuhan di lapangan. Materi yang disajikan dalam level sekolah dasar, menengah, dan atas, bahkan perguruan tinggi mengalami pengembangan sesuai usia peserta didik. Dengan belajar matematika, mereka mampu mengakumulasi bilangan, dengan belajar sosial, perempuan mampu belajar sanitasi lingkungan, bahkan dengan belajar ilmu alam perempuan mampu mengenal organ tubuh serta cara kerjanya. Perempuan akan tahu jika dirinya memiliki kemampuan untuk melampaui stigma negatif dalam masyarakat mengenai dirinya. Perempuan mampu mengembangkan dirinya baik secara talenta, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berorganisasi, dan berkompetisi. Pendidikan membantu perempuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, kepribadian, dan sikapnya.

Dilansir dari Globalcitizen.org, saat ini ada 31 juta anak perempuan di seluruh dunia yang tidak memiliki akses pendidikan dasar. Angka ini tidak melibatkan perempuan yang putus sekolah, menikah dini, atau mengalami kekerasan secara psikis dan fisik baik dalam lingkungan rumah, kerja, atau fasilitas umum. Sungguh miris, namun kenyataan di lapangan memang terkadang lebih pelik dari pada pemberitaan media.

Singkatnya, berikut tiga peran perempuan secara umum:

1. Perempuan sebagai manusia (homine)

Berbicara tentang hak dasar manusia selalu berujung pada pemenuhan hak-hak sekunder dan  tersier seseorang. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, mempersempit kapasitas seseorang perempuan untuk belajar dan memperoleh pendidikan adalah kejahatan kemanusiaan yang bisa disamakan dengan genosida. Pendidikan bagi perempuan ibarat kacamata yang mampu menuntun perempuan untuk melihat masa lampau, masa sekarang, dan masa depan dengan jernih. Tidak mengabur. Pendidikan memantik perempuan untuk melihat dirinya bukan hanya seonggok daging yang dapat diolah dan dibuang, melainkan sebuah pribadi yang berasio, memiliki akal dan pikir untuk menyejahterakan dirinya sendiri, meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih unggul, mengenal hak dan memperjuangkan haknya yang tertindas guna memiliki kehidupan yang layak bagi seorang manusia. Sehingga, mempertanyakan esensi pendidikan bagi perempuan merupakan sebuah pertanyaan yang merendahkan martabat. Dengan mengetahui perannya sebagai manusia, maka perempuan secara naluri dan intuisi bergerak untuk bertindak sebagai perempuan yang hidup dalam tataran normal dan patut. Perempuan akan mendobrak tatanan mitos dan tindakan pemasungan hak. Pendidikan membawa perempuan menekan bahkan mengikis angka kekerasan seksual dan esploitasi terhadap perempuan. Upaya poin pertama ini akan berdampak pada poin dua dan tiga seterusnya. Mengetahui jati diri dan identitasnya sebagai manusia yang sederajat dengan kaum lain memantik perempuan untuk melawan perspektif dan stereotip negatif tentang dirinya.

2. Perempuan sebagai masyarakat (civitas)

            Selaras dengan poin satu, maka sebagai manusia, secara simultan perempuan bertindak juga sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok dan bersosialisasi. Kehidupan perempuan tidak bisa terlepas dari kehidupan bermasyarakat, baik di lingkungan rumah, pekerjaan, bahkan interaksi sosial yang terjadi di tempat umum. Hidup bermasyarakat tanpa peranan tentulah hambar. Sebaga bagian masyarakat, perempuan wajib memberi sumbangsih dalam masyarakat. Kontribusi yang diberikan merupakan upaya untuk melibatkan perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan yang memanusiakan. Tidak sedang mengkerdilkan kaum perempuan yang entah tidak sempat atau tidak beruntung mengecap pendidikan, namun kaum terpelajar memiliki peranan penting dalam masyarakat. Bahkan, faktanya perempuan yang belum merasakan pendidikan, cenderung pasif dan duduk diam grasak-grusuk di rumah. Perempuan dengan amunisi pendidikan memiliki jangkauan pengetahuan yang selalu diupgrade setiap saat yang tentunya sangat berguna bagi masyarakat. Selain itu, kondisi masyarakat yang berubah setiap waktu pun membutuhkan informasi dan wawasan yang update pula. Dan informasi tidak bisa dikonversikan menjadi pengetahuan tanpa pendidikan. Perempuan yang berpendidikan memiliki bekal pengetahuan yang berasal dari gudang ilmu yang kredibel dan valid. Selain itu, mereka juga mampu berbicara dan mengemukakan pendapatnya di tengah-tengah masyarakat, bahkan di kalangan pria. Pada akhirnya, perempuan mampu memperjuangkan setiap hak yang tertindas, melakukan terobosan baru, dan melatih anggota masyarakat lain menjadi lebih aktif. Pendidikan membantu perempuan memperoleh skill yang dibutuhkan untuk kepemimpinan secara global. Dengan melek pendidikan, perempuan berkesempatan memiliki andil besar untuk memimpin dalam bidang politik, berpatisipasi dalam bidang sosial, dan meneroka kondisi ekonomi masyarakat. Upaya pendidikan dalam mencerdaskan kaum perempuan mampu membawa perempuan untuk mengetahui perannya dan mewujudkannya. Berpatispasi dalam kemajuan daerah, terlibat dalam aktivitas politik, menekan ledakan populasi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sosial masyarakat merupakan salah empat dari alasan esensial pendidikan menjadi kunci penguatan peran perempuan.

3. Perempuan sebagai ibu (mater)

            Perempuan merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya. Mendidik perempuan adalah sedang menginvestasi generasi masa depan. Ibu yang berpendidikan memahami esensi pendidikan dan menempatkan pendidikan sebagai prioritas tertinggi kehidupan seorang anak. Ibu akan tahu tahapan perkembangan seorang anak secara kognitif, emosi, dan laku. Dengan mengetahui ihwal tersebut, maka seorang ibu mampu memilah dan memetakan atensi atau perhatian kepada seorang anak untuk menunjang tumbuh kembang seorang anak. Ibu yang memiliki pesangon pendidikan mampu mengajari seorang anak untuk belajar hal dasar, memilih layanan teknologi yang positif, mempersuasi anak untuk bertindak positif, dan mengembangkan talentanya guna pengembangan diri seorang anak, misalnya pada bidang olahraga atau seni. Ibu yang berpendidikan menempatkan dirinya sebagai sahabat kepada anak, bukan sebagai hakim yang gemar menjustifikasi kesalahan dan kegagalan anak. Pola asuh yang diterapkan sejak kecil juga memengaruhi pola pikir dan tingkah laku seorang anak untuk siap menjajal masa depan.

Selain merawat, memelihara, dan mengawasi tumbuh kembang anak, kehamilan, persalinan, dan kelahiran juga memiliki kesusahan sendiri bagi seorang ibu. Ibu yang mengetahui poin satu dan dua akan menstimulus dirinya untuk bertindak lebih baik bagi rumah tangganya. Pendidikan membantu seorang perempuan untuk tidak mengesampingkan karir di tempat kerja dan identitas “ibu” dalam keluarga. Dengan memiliki pemahaman yang benar, maka seorang perempuan tidak akan tergesa-gesa untuk menikah. Hal ini karena mereka memiliki pikiran yang terbuka akan fenomena. Misalnya, tahu betul mengenai kematangan sistem reproduksi dan organ tubuh lain, mengetahui esensi dari pernikahan, cara berkomunikasi dengan pasangan, kiat mendidik anak, dan sebagainya. Maka, pendidikan secara implisit menstimulus perempuan untuk mencintai dirinya sendiri melalui peran yang disandangnya dalam keluarga sebagai seorang ibu. Pendidikan membantu ibu untuk menurunkan angka malnutrisi, mengetahui pola asuh yang baik untuk anak, memiliki pengetahuan tentang kehamilan, persalinan, komplikasi, dan perawatan bayi, juga menciptakan peradaban keluarga yang unggul dan berkualitas. Pendidikan membantu perempuan untuk menembus batas dan tapal bahwa perempuan bukanlah kanca wingking. Perempuan ingin membuktikan bahwa mereka juga upaya dan usaha untuk membentuk keluarga yang unggul dan berkualitas baik secara internal dan eksternal. Namun usaha ini justru sering tersandung oleh ketidaksamaan bobot pada neraca pendidikan bagi kaum perempuan.

Dewasa ini, pendidikan bukanlah sebuah berlian yang pencariannya cukup langka bagi perempuan. Sudah saatnya, perempuan berdiri tegap dan berdedikasi bagi negeri. Edu Center hadir sebagai partner belajar perempuan yang siap mengedukasi. Tidak ada frasa terlambat jalan untuk mengecap asin-manis-pahit-asam-pedas sebuah pendidikan. Rasa yang membingkai pendidikan menjadi tantangan tersendiri untuk menemukan identitas perempuan sebagai manusia (homine), masyarakat (civitas), dan ibu (mater). Karena, perempuan hebat adalah kamu! Ya, kamu!

#educenterid

#perempuanmerdekamelekpendidikan

#bersamaeducentermerdekakanperempuan


  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •