YANG TERSISA DARI KITA HANYALAH IJAZAH

Lawwdc
20 Mei 2020 21:55
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Drrrrt.., Drrrtt!!

Aku mendongakkan kepalaku menatap lurus ke depan menuju sumber bunyi. Bu Bolowua, Wakil Kepala Sekolahku buru-buru mengangkat gawainya. Sepertinya panggilan dari orang penting. Buku paket Bahasa Indonesia untuk kelas VII SMP yang awalnya kubaca segera kututup. Sembari melihat jam dinding kantor, aku mengecek buku dan ATK yang siap dibawa untuk pembelajaran di kelas VII-B.

“Bu Siburuti-a, so les mÕ ba1?”  Bu Bolowua menghentikan pergerakanku

Aku mengangguk sembari menyunggingkan senyum kepada Bu Bolowua. Tidak biasanya Bu Bolowua memandangku dengan tatapan selembut ini. Apalagi ini hari Selasa. Konon katanya, setiap Selasa, Bu Bolowua akan bertingkah sangat childish dan temperamen.

“Jam 09.30 Bu. Saya malah sudah lewat dua menit hehe” Jawabku tersenyum

“Begini, ini soal UN bu. Pak Kasek berekspektasi semua siswa kelas IX akan lulus 100%. Jadi, ya sebagai guru baru, saya menaruh harapan kepada Bu Siburuti-a untuk membantu meluluskan anak-anak ini” Tandasnya dengan tersenyum cerdik.

“Oh, saya akan usahakan Bu. Strategi dan metode pengajaran ak…..”

“Bukan, bukan itu maksud saya Bu. Saya pikir, Ibu sudah tahu mengenai aktivitas guru “menolong” siswa dalam UN. Ya, semacam membantu menjawab semua soal UN Bu”  Aku menatapnya hati-hati

“Bagaimana kalau saya tidak bisa ya, Bu?” Jantungku mendadak naik turun.

“Bu, Ibu masih baru di sini. Jangan sok alim, sok kaget. Lagu lama masih aja terkejut! Cuma disuruh bantu jawab soal UN Bu. Itu aja kok Repot banget sih!!”

Aku menatap mata Bu Bolowua yang menyiratkan gelombang amarah dan ambisi. Tatapannya berusaha menjelaskan sesuatu kepadaku. Kurang lebih seperti, ayolah Siburuti-a, jangan terlalu suci. Aku berusaha menatap matanya dengan kedua bola mataku yang mulai diguyuri air mata.

“Maaf, tapi saya tidak bisa Bu. Biarlah anak-anak mempertanggungjawabkan pembelajaran selama tiga tahun ini. Ini juga akan menjadi parameter untuk mengukur keberhasilan pengajaran di kelas.” Aku berbicara dengan pelan namun lugas

“Bu, jangan ajari saya! Anda masih junior di sini. Satu lagi bu, jangan sok suci!! Mau jadi parameter, mau jadi spidometer itu bukan urusan saya. Ibu tahu kan secara jelas kalau ibu ngajar di sekolah swasta. Dan ibu tahu kalau Anda masih orang baru di sini. Jangan banyak tingkah kamu. Sekarang pikirkan, mau bantu atau dipecat!!!” Tandas Bu Bolowua cepat

 “Sok jadi malaikat Bu!!” Suara-suara sumbang mulai mengeluarkan wujudnya

Aku bergegas menuju kelas VII-B, berusaha mati-matian menahan tangisku. Kesal, sedih, dan malu. Perlakuan Bu Bolowua kepadaku seperti memarahi siswa kemarin sore. Jika sekolah dan oknumnya kekeuh untuk membantu siswa menjawab soal UN yang sudah dibobol, itu berarti akan ada generasi baru lagi yang moral, kejujuran dan daya juangnya mati. Entah puluhan, ribuan bahkan ratusan orang. Oh Tuhan! Batinku sakit.

Aku Siburuti-a. Seorang guru honorer di SMPS Havino, Sogae’adu. Sebuah desa kecil di Kepulauan Nias. Masa kecil kuhabiskan di sebuah rumah berdinding lapuk dan berlantai semen yang tiap pagi dinginnya menggigit saraf. Aku masih ingat, saat kelas 6 SD, keluargaku mengalami masa paceklik. Bapak harus kehilangan pekerjaannya karena masa itu, Gunung Sitoli mengalami kebakaran lahan sawit yang hebat. Ibu juga terpaksa berhenti bekerja karena kehilangan kedua kakinya saat memeriksa mesin pencacah pakan ternak. Untuk meringankan ekonomi keluarga, Bapak dan Ibuku bekerja semrawutan.

Aku mendadak menjadi anak yang cengeng dan suka lapar. Puncaknya ketika pulang dari sekolah, dalam tudung saji tersedia dua mangkok sayur lodeh. Sama seperti langit yang cerah diiringi alunan musik dari suara perut yang tidak berharmoni, aku segera melahap menu makanan siang itu. Tidak cukup 5 menit, satu mangkok beserta isinya tersapu bersih. Satu mangkok lainnya masih menawarkan kelezatan meskipun aku tahu sayur dalam mangkok berbahan plastik adalah jatah lauknya Bapak-Ibu. Namun dorongan dari lambungku terus meronta tidak puas.  “Ah bener juga. Aku harus makan 4 sehat 5 sempurna seperti kata Bu Nifili!”

Setuju dengan kata hatiku, aku pun melahap mangkok kedua dengan bersemangat. Aku tahu setelah ini, aku akan dimarahi dan dihukum oleh Bapak atau Ibu. Dengan secepat kilat, aku menjatuhkan mangkok beserta kuah sayur dengan sengaja ke lantai untuk menghilangkan jejak agar Bapak dan Ibu menduga kucing atau tikus yang menjadi dalangnya. Larut malam, Bapak pulang disusul Ibu dengan kursi rodanya. Ibu bergegas menggerakan kursi rodanya ke dapur dan membuka tudung saji.

“Siburuti-a, Kamu udah makan tadi Nak?!” Tanya Ibu setengah berteriak

Aku yang sedang mencuci piring kotor di sumur beranjak masuk rumah

“Sudah bu. Ibu sudah?”

“Tadi siang sudah. Tadi Ibu sengaja misahin sayur lodeh ke dalam dua mangkok itu. Maksudnya satu untuk kamu dan satunya untuk makan malam. Tapi sudah dimakan kucing lebih dulu. Yasudahlah tidak apa-apa.” Aku tetiba gagap

“Ma-maaaf ya Bu.” Aku menundukkan kepala, tidak berani menatap manik mata sendu Ibu.

“Tidak apa-apa. Bukan salah kamu. Tunggu, Ibu ambil garam dulu. Kita makan nasi pake garam saja ya malam ini.”

Sebelum Ibu menggerakan kursi roda, tangisku pecah. Ibu pun kaget.

“Ibu, Siburuti-a yang salah. Tadi siang, Siburuti-a makan semua. Siburuti-a lapar Bu. Maafkan Siburuti-a bu.” Dengan terbata-bata aku memeluk Ibu.

Kata ibu, orang lain juga ingin makan yang enak, ingin makan sayur lodeh. 

“Kan kamu sudah punya jatah, mengapa ambil jatah yang lain? Tapi Ibu bangga, kamu sudah mau jujur. Lain kali, jangan diulang ya.”    ___

Udara masih sejuk di pagi hari. Dari balik tirai matahari pagi, pohon-pohon cemara di sekitar SMPS Havino masih kuyup dan basah. Derai-derainya masih menggantungkan embun pagi yang sedu. Dari arah kiri, Bu Bolowua menghampiriku.

 “Bu, Anda dipanggil Pak Kasek sekarang” Teriak Bu Bolowua dengan ketus

Aku menganggukan kepalaku sopan. Kepala sekolah memastikan tentang keputusanku. Aku tetap kekeuh. Dengan nafas berat, Pak Kasek mulai membuka suara.

“Dengan berat hati, saya harus memecat Anda, Bu. Masalahnya, ini tidak sepele Bu. Sekolah kita sedang menghadapi tekanan hebat dari pemerintah pusat. Masa untuk membantu sekolah saja Ibu tidak mau. Ini perkara kecil loh Bu. Yang kecil saja malah Ibu tidak setia. Silakan angkat kaki sekarang Bu. Pintu keluar masih sama ya.”

Pedih. jantungku nyaris kehilangan degup. “Dipecat. Dapat uang darimana sekarang? Tapi masa mau curang?”  

Detik berikutnya, aku dicakar, dibunuh, dan terbakar _____

Dengan terkantuk-kantuk, aku menguap lebar sembari menunggu Bapak pulang kerja. Sejak bekerja, aku jarang menanti kedatangannnya di depan pintu untuk sekadar memijit punggungnya sembari bercerita tentang siswaku yang lucu.

“Siburuti-a sedih, Pak. Apa tujuan pendidikan sebenarnya? Melanggengkan ketidakjujuran atau merobohkannya dengan berjalan pincang? Entah berapa generasi lagi yang lahir dari ketidakjujuran guru termasuk aku Pak. Aku tidak mau mereka lulus hanya untuk sebuah ijazah dan mengabaikan nilai kejujuran. Jujur itu harta Pak. Berlian dan emas. Kemana pun mereka akan pergi, jujur akan laku dimana-mana.” Aku berbicara sesenggukan ketika Bapak pulang

Bapak mengelus lembut kepalaku

 “Maafkan aku Pak. Untuk mencari pekerjaan lain, aku dapat melamar di sekolah lain. Tapi, aku akan jadi guru yang paling bodoh Pak kalau tidak menyelesaikan suatu pekerjaan. Sekolah kan bisa membantu mereka. Mengapa tidak dicoba dan dimaksimalkan? Banyak jalan positif menuju Roma.”

Paginya, aku mendatangi SMPS Havino sekadar memberikan sebuah surat lamaran. Aku menyarankan belajar tambahan dan pengayaan untuk membantu siswa lebih siap menghadapi UN pada Mei mendatang. Jika sepakat, aku akan menjadi guru belajar tambahan dan pengayaan kelas IX. Pekerjaanku belum selesai. Aku harus menuntaskannya. ________

Aku tersenyum puas memandang siswa kelas IX yang tengah berlatih bermain peran sembari memandang ke arahku. Usulanku diterima oleh Kepala Sekolah. Ternyata mencabut akar kejahatan tidak semudah menarik akar bunga-bunga yang bermekaran di Taman Kota. Berat. Tapi aku bangga pada diriku dan semangkok sayur lodeh. Semangat UN anak-anak!!  #Berani jujur #Indonesia hebat!


  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •