Aku pernah menyesal karena tak mencoba


Tulisan ini aku buat sebagai renungan bagi mereka yang takut mencoba.
Awal 2009 sebelum Ujian Nasional SMA, sudah banyak sekali hal yang ku lakukan untuk rencana kuliah yaitu memilih prodi dan kampus impianku. Mulai dari ikut mendaftar PMDK (saat itu namanya) di Universitas Bengkulu, mencari informasi PMB di Jogja yaitu UGM dan UNY, keinginan mendaftar di IPB (karenaaaaa uuummm karena….). Semua itu sudah ku perkirakan jadwalnya sehingga selesai UN, aku langsung bisa fokus dengan hal tersebut. Tak lupa juga ku meminta restu kedua orang tua, Ibu menyerahkan semuanya padaku, kalau Bapak agak ribet ini hehehe. Beliau menawarkan “perjanjian” atau kesepakatan padaku wkwkwkwk. Mungkin karena sebenarnya Bapak ingin aku tetap di Bengkulu saja, tinggal bersama Mbak. Saat itu, posisiku sudah diterima PMDK di UNIB prodi Matematika, sesuai keinginanku, tapi dasar manusia ya, belum puas dengan apa yang telah didapatkan. Masih ingin mengejar yang lebih tinggi yaitu kuliah di Jogja. Isi perjanjian dengan Bapak begini, “Kamu boleh tes di Jogja, tapi kalau tidak dapat Kampus Negeri di Jogja, harus ambil kuliah di Bengkulu saja”. Baiklah, ku terima tantangan Bapak, ku maksimalkan belajar untuk tes di UNY (saat itu yang tes duluan UNY) lewat seleksi mandiri gelombang 1. Ku pikir kalo UNY gak lolos, aku masih bisa ikut SBMPTN ambil UGM n UNY, masih ada seleksi Mandiri UGM, dan masih ada seleksi mandiri UNY gelombang 2.
Singkat cerita, akhirnya aku diterima di UNY. Alhamdulillah…bersyukur sekali rasanya. Impian kuliah di Jogja terpampang jelas di depan mata. Ku kabarin Bapak dan Ibu saat pengumuman telah ku lihat. Mereka juga senang dan merasa bersyukur atas pencapaianku. Karena ku ceritakan, teman dari Bengkulu yang tes bareng aku dan ada teman juga dari Banjarnegara, mereka tidak lolos. Setelah obrolan yang penuh rasa syukur usai, di ujung telpon Bapak berkata begini “yakin enggak mau kuliah di Bengkulu saja?” langsung ku jawab “enggak dong, kan dapat kampus negeri di Jogja, harus sesuai dong sama kesepakatan kita, gak boleh ingkar!!” kataku. Bapak tertawa ringan mendengar jawabaku. Mungkin beliau hanya memastikan, pikirku.
Beberapa waktu kemudian, di buka pendaftaran SBMPTN. Dalam hatiku berkecamuk, bagaimana ini? aku sudah dapat kampus (walaupun belum registrasi) tapi kepingiiin dalam hati masuk kampus yang lebih hebat. Kupikir-pikir lamaaaa, akhirnya ku beranikan bilang ke Bapak bahwa aku ingin masuk UGM dengan prodi yang sama yaitu Matematika. Sedikit tak terduga, jawaban Bapak “tidak memperbolehkan” dengan alasan, sudahlah syukuri saja yang sudah kamu dapatkan, banyak di luar sana yang tidak lolos. Kepingin gitu tetap daftar tapi tak punya uang, akhirnya aku memutuskan untuk tidak mendaftar.
Hari berganti hari, dan saat ini sudah sekitar 11 tahun yang lalu kejadian itu. Tapi hal yang selalu ku ingat dan rasanya tak ingin terulang lagi adalah, coba dulu deh,,, hasilnya pikir entar. Seandainya saat itu aku sedikit merayu Bapak, mungkin Bapak akan mengijinkan. Mungkin aku akan bertemu orang-orang hebat di UGM, mungkin jalan takdirku berbeda dengan sekarang. Tetapi semua PASTI ada hikmahnya. Dibalik penyesalanku karena tidak mencoba, banyak sekali hal yang ku syukuri. Jadi pelajaran terpentingnya adalah, JANGAN RAGU MENCOBA.
Sedih rasanya melihat anak-anak lulusan SMA yang tidak punya mimpi kuliah di kampus hebat. Heyyyy kalian itu anak muda yang harus punya semangat belajar membara. Masa depan bangsa ini, ada ditangan kalian. Bermimpilah setinggi langit.
2 Komentar
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.
Mirip sama aku, setelah UM UNDIP diterima. Jadi ga pernah ikut tes di manapun termasuk SBMPTN. Karena takut juga nanti bakal bergejolak kalau diterima, padahal udah keluar uang banyak.
naaaah ini menurut aku yang di hindari, gejolaknya ya mungkin. tapi aku yakin keluar uang itu kan pengorbanan ya, mesti bakal sesuai kok balasannya