Penderitaan Kawanku

Safar Safiir
6 Mei 2022 20:44
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

This post was released in the shalsaf’s page on February 9, 2020

Bismillahirrohmanirrohiim. Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Apa kabar Sahabat?

Kali ini, aku mau sedikit ajak temen-temen reminderself dari kisah yang mau aku bagi sama temen-temen semua.            

Allah itu menjadikan suatu peristiwa sebagai takdirmu bukan tanpa alasan. Justru begitulah Allah Yang Maha Berilmu memberikan suatu pembelajaran atau ilmu kepada hamba-Nya. “Di balik suatu peristiwa, selalu ada hikmah yang Allah titipkan untuk kita”. Pasti sering banget kan, denger kalimat nasihat itu? Tapi, tetep aja loh, jangan dianggap sebagai angin lalu. Coba deh, kalimatnya dipahami lagi. Direnungi lagi. Bahkan, di akhir-akhir surat yusuf, Allah juga bilang bahwa tidaklah Allah menjadikan kisah-kisah pendahulumu, maksudnya adalah kisah-kisah nabi dan rasul melainkan agar kita dapat menjadikannya sebuah pelajaran. Nah, oleh karena itu pada tulisan kali ini, saya mau sedikit berbagi cerita sama teman-teman. Memang sih, bukan kisah saya. Tapi, bukankah belajar itu bisa dari mana aja kan, ya?

Nah, jadi begini teman-teman ceritanya. Hari itu, kalau tidak salah, Hari sabtu. Seorang teman dekat di kampus tempat saya kuliah, menghubungi saya. Dia sudah sampai di terminal bis dekat rumah saya dan minta di jemput. Satu hari sebelumnya, saat saya masih di kampus, memang kami berencana untuk membeli buku kuliah di sebuah pasar buku di kota tempat saya tinggal. Setelah saya sampai dan menmukan teman saya di terminal tersebut, kami pun segera menuju pasar buku yang sudah kami sepakati sebelumnya karena hari sudah semakin sore.

Setelah mendapatkan buku yang kami cari, singkat cerita akhirnya kami bertemu dengan keluarga saya di sebuah pusat perbelanjaan di kota saya dan melanjutkan perjalanan pulang bersama. Malam hari sebelum tidur, teman saya kembali menceritakan problemanya tentang seorang “teman rasa pacar”nya kepada saya. Dia juga meminta pendapat saya mengenai pertemuan yang ditawarkan lelaki tersebut kepada teman saya yang saat itu berada dalam kegalauan yang luar biasa. Jika boleh berkata jujur, saya sempat kebingungan saat membantunya membuat keputusan karena memang saya belum pernah ada pengalaman berada di posisi seperti itu sebelumnya. Namun, pada akhirnya saya hanya berusaha meyakinkan keputusannya untuk bertemu lelaki tersebut dengan alasan untuk mendapatkan kepastian dari buramnya kabut abu-abu yang memenuhi hubungan diantara mereka.

Minggu pagi, walaupun sempat kembali diliputi rasa keraguan yang dahsyat, namun pada akhirnya keputusan itu tetap bulat. Mereka harus bertemu. Setelah melakukan sarapan pagi, teman saya pun segera berangkat ke lokasi tempat mereka melangsungkan pertemuan itu. Entah apa yang terjadi, setelah kepergiannya saya hanya dapat memanjatkan doa yang terbaik untuknya setelah sekian banyak tangisannya beberapa hari terakhir.

Saya sampai di asrama kampus kami sejak siang hari dan belum kutemukan tanda-tanda kehadiran teman saya di kamarnya yang bersebrangan dengan kamar saya. Suasana di asrama sepi sekali, mungkin karena memang jadwal perpulangan. Namun, saya bersyukur atas kondisi tersebut. Saya adalah seseorang yang sangat mebenci suasana sepi. Oleh karena itu, saya segera mengunjungi kamar teman saya pada sore harinya. Mungkin, jika sore hari itu saya tidak mengunjungi kamarnya, saya akan merasa menjadi teman yang tidak berguna. Bagaimana mungkin saya membiarkan teman saya tergeletak di tempat tidurnya dengan mata yang sembap dan wajah mungilnya yang basah kuyup oleh air matanya sendiri. Tidak perlu berpura-pura bodoh untuk menanyakan kondisinya. Saat itu, saya hanya teringat oleh perkataan teman semasa SMA saya, bahwa pelukan saya dapat menenangkan orang yang saya peluk. Maka, saya pun segera memeluk teman saya di atas kasurnya yang saat itu sudah terduduk ketika melihat saya masuk ke kamarnya. Sangat mengilukan kawan, melihatnya. Entah sudah berapa jam dia menangisi lelaki jahat itu. Saya benar-benar bingung memikirkan apa yang harus saya lakukan. Hanya pelukan dan belaian tangan saya di punggungnya mencoba membuatnya tenang.

Benar-benar tidak menyangka teman dekat saya akan menangisi seseorang yang selalu menyunggingkan senyum bahagianya dengan kedua bola matanya yang berbinar saat menceritakan segala kenangan manis bersama lelaki itu. Kesepakatan mereka. Janji yang mereka buat. Seakan hanyalah seperti hembusan angin di sore hari. Saya terus menemaninya di sisa tangisannya hingga akhirnya dia terjatuh dalam tidurnya sambil menyebutkan nama lelaki jahat itu. Mungkin dia kelelahan.

            Tiba-tiba, saya teringat kalimat sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. “Dari semua rasa sakit yang paling menyakitkan adalah berharap kepada manusia” kurang lebih begitu kalimatnya. Sejenak saya berpikir dan kembali teringat pesan murabbi saya, semacam mentor atau penyampai materi dalam sebuah perkumpulan, bahwa di samping 99 asmaNya yang agung, Allah adalah dzat yang pencemburu. Dalam sebuah kutipan atau hadist (nanti coba saya cek lagi), bahwa “Allah akan timpakan sakitnya pengharapan kepada hambaNya ketika dia mengharapkan kepada selainNya” kurang lebih begitu intinya. Sore itu, kedua mata saya sendiri yang menyaksikan bukti nyatanya, betapa menderitanya teman dekat saya menghadapi rasa sakit yang ditimpakan Allah kepadanya atas pengharapan yang ditujukan kepada lelaki jahat itu dan bukan kepada Allah. Padahal, sudah berkali-kali Allah mengatakan dalam sejumlah firmanNya. “Mintalah kepadaKu”, “Mohonlah hanya kepadaKu” lalu kenapa kita masih sering mengabaikanNya dan malah berkeyakinan penuh atas pengharapan kita kepada ciptaanNya?

            Nah, teman-teman. Itulah sepenggal kisah yang bisa saya sampaikan. Semoga dari kisah tersebut kita bisa sama-sama belajar dan memperbaiki kesalahan-kesalahan kita. Untuk teman-teman yang masih sering banget “ngarep” kepada selain Yang Maha Menghendaki. Yuk, coba istighfar, terus diperbaiki lagi tujuan kita menaruh harapan. Kalau kita bisa merasakan kelapangan dan kebahagiaan tanpa harus bersakit-sakit, maka apa yang membuat teman-teman masih bertahan menanggung sakitnya sebuah pengharapan yang belum tentu mendatangkan kesenangan setelahnya?

            Sekian, tulisan ini saya akhiri. Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Hanya mau atau tidak, teman-teman untuk berubah?

Terimakasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

#SafarSafiir


  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •