Sebuah Resolusi Singkat 2020 yang Tidak Singkat-singkat Amat

Wenni Pratiwi
25 Januari 2020 13:44
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Berbicara tentang resolusi tahun 2020, maka tak lepas dari tahun 2019. Tahun 2019 itu seakan wahana permainan roller-coaster yang membawa saya naik lalu turun, berputar-putar hingga mual. Selama saya naik roller-coaster beberapa resolusi saya terjatuh. Saya harus memungutnya kembali, tidak baik meninggalkannya terkulai begitu saja. Alhasil, beberapa resolusi tahun lalu harus mengisi slot resolusi tahun ini.

Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang menggunakan beberapa resolusi tahun lalu di tahun 2020 ini. Bahkan bisa jadi ada yang tidak membuat resolusi sama sekali, dengan harapan tanpa ekspektasi maka tidak ada kekecewaan (Silakan yang mau membuat pengakuan, disediakan kolom komentar). But, it doesn’t matter, that’s a choice.

Bagi saya resolusi itu perlu, karena menjadi patokan untuk mengarungi setiap tahun. Analoginya tahun itu laut, resolusi adalah kapal saya. Ombak pasti selalu ada dan saya sebagai nahkoda harus bisa mengendalikan kemudi. Jangan sampai ombak itu menghancurkan kapal saya ataupun menyesatkan. Kalau begini jadi ingat kutipan di buku NKCTHI deh. “Arah mata angin nggak bisa diatur, tapi arah layar bisa.” Tanpa resolusi saya bisa kehilangan arah atau bahkan tenggelam.

Ada resolusi yang masih saya genggam erat dari tahun lalu. Saya berharap karya fiksi saya dapat diterbitkan dalam bentuk buku. Banyak naskah yang tersimpan di laptop, tapi apa gunanya jika tidak menjadi buku dan dibaca banyak orang. Meskipun saat ini writing platform sudah banyak bertebaran dan saya menulis juga di writing platform, tapi versi cetak selalu menjadi impian saya. Bukan sekadar fisik, ada nilai sentimental di balik itu semua. Dan, perlahan saya berusaha mewujudkan resolusi tersebut.

Upaya yang saya lakukan selama ini, salah satunya banyak berlatih menulis dengan mengikuti beberapa lomba. Beberapa kali saya mengikuti lomba yang diadakan writing platform maupun penerbit, ada yang menang dan banyak kalahnya. Tidak masalah, karena itu juga salah satu upaya mengenalkan tulisan saya. Sebab, tulisan saya bisa langsung dikomentari oleh pembaca dan itu menjadikan semangat sekaligus evaluasi bagi saya.

Selain menulis, tentu saya juga bergabung dalam komunitas menulis. Komunitas menulis yang terbentuk berkat lomba yang diadakan oleh suatu penerbit itu, memberikan banyak pembelajaran bagi saya. Berdiskusi dan bertukar pikiran membantu saya mengembangkan tulisan saya. Tidak jarang di dalam komunitas kami saling berbagi tulisan untuk dikomentari, bagaimanapun juga first reader itu penting. Di dalam komunitas juga, kami saling support karya teman-teman dan naskah yang sedang dikerjakan.

Image by William Iven from Pixabay

Selain resolusi menerbitkan karya, ada resolusi lain yang pokoknya harus saya tuntaskan tahun ini (Bukan menikah ya, itu belum, kan tahapannya cari calon dulu). Sudah dari akhir tahun lalu saya berniat membangun usaha kecil-kecilan dan memang sedang proses. Usaha itu adalah membuat kerajinan yang disebut amigurumi. Amigurumi adalah kerajinan merajut boneka baik dalam bentuk binatang, manusia, ataupun benda lainnya. Sudah sejak tahun lalu saya belajar merajut dan saat ini sedang tahap pembuatan produk. Perlu komitmen dan kerja keras untuk mewujudkan usaha tersebut. Semoga dapat segera terwujud.

Sebenarnya ada satu lagi, resolusi yang posisinya masih mengambang, abu-abu. Ini soal perasaan yang sulit diprediksi. I mean, fall in love. Perjalanan menemukan cinta. Perjalanan menemukan jodoh. Yah, semacam itu. Ada yang pernah bilang kepada saya, “Kalau kamu nggak memberikan target, ya kapan bakal terwujud.” Ada benarnya juga, tapi sekaligus muncul pertanyaan baru. Kenapa saya harus memberikan target untuk cinta? Kalau cinta itu terlalu sakral untuk dijadikan target semata. Sekali lagi mengutip dari buku NKCTHI, “Yang dicari, hilang. Yang dikejar, lari. Yang ditunggu, pergi. Sampai hati kita lelah dan berserah. Saat itu semesta bekerja.” Jadi, soal urusan cinta saya tidak ngotot-ngotot amat. Resolusi itu tetap ada, tapi bukan sesuatu yang harus dikejar-kejar, hingga kehilangan akal sehat. Seperti kutipan bahasa Jawa, “Alon-alon wae asal kelakon,” yang artinya “Pelan-pelan saja asal terwujud.”

Secara umum membuat resolusi tidak sekadar membuat resolusi, mesti ada upaya-upaya untuk mewujudkannya. Saya sadar akan hal itu. Upaya itu tidak selalu mudah, ada jalan terjal, berkelok, kadang lurus dan mulus. Beberapa kali saya jatuh dan gagal, tapi itu bukan alasan untuk berhenti. Resolusi pasti bisa terwujud dengan cara paling ajaib, yang bahkan tidak pernah kita bayangkan. Termasuk urusan cinta dan jodoh yang bagi saya masih abu-abu. Selama kita tidak berputus asa dan menyerah, maka tidak ada kata tidak mungkin.

Resolusi tahun 2020, mari bekerja sama mewujudkan tahun yang indah!

Wenni Pratiwi

  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •